Persija Jakarta Tidak Lolos 8 besar !!
kok bisa?? ya mungkin sungguh Ironi tim sepakbola ibukota "Persija" tidak lolos 8 besar pada klasmen ISL. ya langsung saja cekidot
Riuh rendahnya ISL musim 2014 telah berakhir dan ditandai dengan letupan gas air mata ke tribun. Gol-gol yang dilesakkan terasa hambar, selebrasi seadanya saja sekedar membuat suasana stadion bergemuruh. Pertandingan semalam ( kontra Barito) tak lebih dari sekedar pertandingan hore-hore karena apapun hasil sudah tak berpengaruh pada klasemen. Bahkan sebelum pertandingan dimulai Persija sudah dipastikan tidak lolos 8 besar.
Hentikan sejenak membicarakan satu bintang di dada, faktanya kini Persija tim besar yang untuk sekedar lolos saja harus bergantung pada tim lain. Dan prestasi tiap musimnya adalah masuk kategori tim yang memiliki kans besar juara, ya sekedar kans saja. Kunci rapat mulut kalian tentang mafia-mafia pengaturan skor, faktanya Persija main tanpa pola yang jelas. Dan berhenti membicarakan loyalitas, Karena ribuan kilometer yang sudah ditempuh supporter adalah bukti nyata dari pengejawantahan cinta. Lalu kembalikan kata itu pada mereka, apakah pemain-pemain itu masih pantas berseragam Persija? Dan manajemen pandir masih layak duduk dijajaran pengurus Persija?
Inkonsistensi
Di Putaran pertama Persija mampu finish di posisi ketiga, walau belum bisa dibilang bagus secara permainan, tetapi secara de facto mampu ada di deretan 4 besar ada sebuah prestasi yang lumayan dengan striker-striker kelas liga mahasiswa, lihat saja daftar pencetak gol terbanyak untuk persija apakah striker-striker Persija ada di posisi teratas?. Di putaran kedua manajemen kembali mendatangkan pemain dengan nama besar dan minim prestasi, Ponaryo Astaman. Tak jelas maksud mendatangkan pemain berumur yang secara fisik saja sudah kedodoran. Kedatangan Popon praktis membuat permainan yang sudah ala kadarnya menjadi semakin kacau, Persija hanya mampu menang atas tim-tim gurem yang sudah berada di bibir degradasi, selebihnya seri, seri, dan kalah.
Manajemen tanpa Visi
Roda bisnis dan prestasi mungkin dua hal yang harus dicapai dan jalan beriringan. Tiap musim selalu berulang kesulitan mencari sponsor, lucu memang. Nama besar dan prestasi ternyata tidak cukup untuk dijual, mungkin ada yang salah dengan isi kepala FP (Ferry Paulus) Presiden Klub Persija ketika sekedar mencari sponsor harus selalu deadlock. Dan supporter lagi-lagi menjadi sapi perah, harga tiket naik untuk menutup operational cost dan stadion selalu terisi penuh. Senang kan?
Tiap musim selalu bongkar pasang pemain, tak pernah ada kontinuitas. Tak ada salahnya mempertahankan pemain-pemain yang bermain cukup bagus dan pemain muda potensial. Dan berhenti mencari cara instant, bibit-bibit pemain handal masih banyak di Jakarta dan tentunya anak kampung sendiri bermain sepenuh hati bukan sekedar materi. Rasanya tak fair membicarakan keburukan tanpa membahas kelebihan manajemen, Ehm..iya musim ini Persija jarang bermain di partai usiran, penonton terbanyak ISl. Terus apa lagi? Sebutkan sendiri karena penulis mengalami kesulitan membuat list prestasi manajemen.
Jika ada idiom Sabar ada batasnya? Sabar tak ada limitasi namun bertransformasi sesuai situsional. Tapi kebodohan manajemen ada batasnya, sudah saatnya hentikan dan letakan jabatan itu. Dan satu hal yang pasti bahwa suporter selalu berdiri di Tribun itu sambil menunjuk lambang monas di dada kalian dengan bangga, dan tak pernah meninggalkan kalian. Terima kasih Persija untuk suka dan duka musim ini, dan tetap FP itu siapa?
“Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting daripada hasil sendiri”-tan malaka
kok bisa?? ya mungkin sungguh Ironi tim sepakbola ibukota "Persija" tidak lolos 8 besar pada klasmen ISL. ya langsung saja cekidot
Riuh rendahnya ISL musim 2014 telah berakhir dan ditandai dengan letupan gas air mata ke tribun. Gol-gol yang dilesakkan terasa hambar, selebrasi seadanya saja sekedar membuat suasana stadion bergemuruh. Pertandingan semalam ( kontra Barito) tak lebih dari sekedar pertandingan hore-hore karena apapun hasil sudah tak berpengaruh pada klasemen. Bahkan sebelum pertandingan dimulai Persija sudah dipastikan tidak lolos 8 besar.
Hentikan sejenak membicarakan satu bintang di dada, faktanya kini Persija tim besar yang untuk sekedar lolos saja harus bergantung pada tim lain. Dan prestasi tiap musimnya adalah masuk kategori tim yang memiliki kans besar juara, ya sekedar kans saja. Kunci rapat mulut kalian tentang mafia-mafia pengaturan skor, faktanya Persija main tanpa pola yang jelas. Dan berhenti membicarakan loyalitas, Karena ribuan kilometer yang sudah ditempuh supporter adalah bukti nyata dari pengejawantahan cinta. Lalu kembalikan kata itu pada mereka, apakah pemain-pemain itu masih pantas berseragam Persija? Dan manajemen pandir masih layak duduk dijajaran pengurus Persija?
Inkonsistensi
Di Putaran pertama Persija mampu finish di posisi ketiga, walau belum bisa dibilang bagus secara permainan, tetapi secara de facto mampu ada di deretan 4 besar ada sebuah prestasi yang lumayan dengan striker-striker kelas liga mahasiswa, lihat saja daftar pencetak gol terbanyak untuk persija apakah striker-striker Persija ada di posisi teratas?. Di putaran kedua manajemen kembali mendatangkan pemain dengan nama besar dan minim prestasi, Ponaryo Astaman. Tak jelas maksud mendatangkan pemain berumur yang secara fisik saja sudah kedodoran. Kedatangan Popon praktis membuat permainan yang sudah ala kadarnya menjadi semakin kacau, Persija hanya mampu menang atas tim-tim gurem yang sudah berada di bibir degradasi, selebihnya seri, seri, dan kalah.
Manajemen tanpa Visi
Roda bisnis dan prestasi mungkin dua hal yang harus dicapai dan jalan beriringan. Tiap musim selalu berulang kesulitan mencari sponsor, lucu memang. Nama besar dan prestasi ternyata tidak cukup untuk dijual, mungkin ada yang salah dengan isi kepala FP (Ferry Paulus) Presiden Klub Persija ketika sekedar mencari sponsor harus selalu deadlock. Dan supporter lagi-lagi menjadi sapi perah, harga tiket naik untuk menutup operational cost dan stadion selalu terisi penuh. Senang kan?
Tiap musim selalu bongkar pasang pemain, tak pernah ada kontinuitas. Tak ada salahnya mempertahankan pemain-pemain yang bermain cukup bagus dan pemain muda potensial. Dan berhenti mencari cara instant, bibit-bibit pemain handal masih banyak di Jakarta dan tentunya anak kampung sendiri bermain sepenuh hati bukan sekedar materi. Rasanya tak fair membicarakan keburukan tanpa membahas kelebihan manajemen, Ehm..iya musim ini Persija jarang bermain di partai usiran, penonton terbanyak ISl. Terus apa lagi? Sebutkan sendiri karena penulis mengalami kesulitan membuat list prestasi manajemen.
Jika ada idiom Sabar ada batasnya? Sabar tak ada limitasi namun bertransformasi sesuai situsional. Tapi kebodohan manajemen ada batasnya, sudah saatnya hentikan dan letakan jabatan itu. Dan satu hal yang pasti bahwa suporter selalu berdiri di Tribun itu sambil menunjuk lambang monas di dada kalian dengan bangga, dan tak pernah meninggalkan kalian. Terima kasih Persija untuk suka dan duka musim ini, dan tetap FP itu siapa?
“Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting daripada hasil sendiri”-tan malaka
Komentar
Posting Komentar